Pernyataan Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk, pada awal Maret lalu kembali menggugah kesadaran akan urgensi kemandirian pertahanan Eropa. Dalam pidatonya, Tusk menyebut bahwa sangat tidak masuk akal apabila 500 juta warga Eropa masih harus bergantung pada 300 juta warga Amerika untuk perlindungan dari 140 juta warga Rusia. Ungkapan itu bukan sekadar kritik, melainkan seruan tegas agar Eropa bangkit dari ketergantungan historis terhadap Amerika Serikat dalam soal keamanan.
Sejak akhir Perang Dunia II, Amerika Serikat telah menjadi penjamin utama keamanan Eropa melalui NATO. Namun, realitas geopolitik saat ini menuntut pendekatan baru. Ketergantungan yang terus berlanjut terhadap perlindungan Amerika bukan hanya membuat Eropa rentan secara strategis, tapi juga secara politis. Apalagi, wacana Donald Trump untuk menarik diri dari NATO atau mengaitkan pertahanan sekutu dengan kepentingan perdagangan domestik menambah ketidakpastian tersebut.
Tusk menyampaikan fakta yang sulit dibantah: secara demografi dan potensi militer, Eropa jauh lebih unggul dibanding Rusia. Negara-negara Uni Eropa ditambah Inggris dan Norwegia memiliki populasi gabungan lebih dari 500 juta jiwa. Bila digabungkan dengan Turki, Ukraina, dan Kanada, angka itu hampir mencapai 700 juta. Ini adalah kekuatan yang sangat besar, baik dalam jumlah maupun potensi.
Dari sisi personel militer, kawasan tersebut memiliki sekitar tiga juta tentara aktif dan 1–1,5 juta pasukan cadangan. Ini berarti bahwa secara matematis, Eropa tidak memiliki alasan untuk merasa gentar terhadap ancaman militer Rusia. Namun, keunggulan jumlah bukan satu-satunya penentu kemenangan. Yang dibutuhkan Eropa kini adalah koordinasi strategis, keberanian politik, dan investasi nyata di sektor pertahanan.
Ketimpangan ini juga mencerminkan krisis kepemimpinan dan kurangnya visi jangka panjang di antara negara-negara Eropa. Selama bertahun-tahun, banyak negara lebih fokus pada pembangunan sosial dan ekonomi domestik sambil menyerahkan urusan keamanan kepada Washington. Padahal, dalam dunia multipolar saat ini, kekuatan militer adalah bagian integral dari kedaulatan dan posisi tawar internasional.
Dalam situasi global yang semakin tidak stabil, Eropa tak bisa lagi bersembunyi di balik payung Amerika. Invasi Rusia ke Ukraina telah membuktikan bahwa ancaman terhadap kedaulatan suatu negara bukanlah bayang-bayang masa lalu. Ancaman tersebut nyata dan bisa menyasar negara mana pun, terutama di perbatasan timur benua.
Bahkan, jika AS memutuskan untuk tetap bertahan di NATO, hal itu tidak boleh menjadi alasan untuk stagnasi Eropa dalam penguatan militernya. Ketergantungan adalah kelemahan, dan dalam konteks geopolitik, kelemahan bisa memicu agresi. Eropa harus menata ulang struktur pertahanannya, memperkuat industri pertahanan lokal, dan mengembangkan sistem komando yang independen.
Langkah ini tidak berarti memusuhi Amerika, melainkan memperkuat kemitraan transatlantik dengan posisi yang lebih seimbang. Dalam hubungan internasional, mitra sejati adalah mereka yang mampu berdiri sendiri, bukan yang terus bergantung. Kepercayaan Amerika terhadap Eropa justru akan meningkat jika Eropa menunjukkan kemampuan mempertahankan dirinya sendiri.
Momentum untuk berubah kini ada. Seruan Donald Tusk adalah alarm yang tak bisa lagi diabaikan. Negara-negara besar seperti Jerman, Prancis, dan Italia harus memimpin upaya ini. Investasi dalam alutsista, teknologi pertahanan, dan sistem peringatan dini harus dipercepat dan diprioritaskan dalam anggaran negara.
Masalahnya bukan sekadar pada jumlah pasukan atau anggaran, tetapi juga soal mentalitas. Eropa harus keluar dari paradigma pasif dan menunjukkan bahwa mereka bukan hanya penerima keamanan, tapi juga penyedia keamanan bagi dunia. Ini penting tidak hanya untuk keamanan internal, tetapi juga untuk stabilitas global.
Kerja sama dalam kerangka Uni Eropa harus diperluas ke ranah militer secara konkret. Pembentukan pasukan reaksi cepat Eropa adalah langkah awal, tetapi harus diikuti oleh integrasi sistem komando dan logistik. Kebijakan luar negeri dan pertahanan bersama juga harus disusun lebih tegas dan terkoordinasi.
Ujian kemandirian Eropa akan terus datang, baik dalam bentuk krisis energi, migrasi, maupun konflik bersenjata. Ketangguhan menghadapi semua itu bergantung pada seberapa siap Eropa berdiri di atas kakinya sendiri. Tak ada lagi ruang untuk bergantung pada keputusan di Gedung Putih atau Kongres AS.
Kesadaran geopolitik harus menembus hingga ke masyarakat sipil. Warga Eropa harus tahu bahwa pertahanan bukan hanya urusan militer, tetapi juga fondasi dari semua kebebasan dan kemakmuran yang mereka nikmati hari ini. Partisipasi politik, dukungan anggaran, dan kesediaan berkorban adalah bagian dari harga kedaulatan.
Penguatan sektor pertahanan juga akan berdampak positif bagi industri dalam negeri. Dengan mengembangkan teknologi militer sendiri, Eropa tidak hanya mengurangi ketergantungan pada pihak luar, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan kemajuan teknologi yang bisa berdampak pada sektor sipil.
Perubahan ini tentu tidak mudah dan tidak bisa instan. Namun, semakin lama Eropa menunda, semakin besar pula risiko yang harus ditanggung. Dunia pasca-pandemi dan pasca-Ukraina adalah dunia yang berbeda, dunia yang menuntut kesiapan militer sebagai bagian dari eksistensi.
Donald Tusk telah melempar bola ke lapangan Eropa. Kini tinggal bagaimana para pemimpin benua menanggapinya. Apakah mereka akan terus menggantungkan nasib pada pemilu Amerika, atau mulai menulis ulang masa depan pertahanan Eropa dengan tangan mereka sendiri?
Sejarah tidak selalu berpihak pada yang kuat secara ekonomi atau budaya. Ia berpihak pada mereka yang siap bertindak ketika momen menuntut keberanian. Dan momen itu, bagi Eropa, adalah sekarang.
Apakah ini akan menjadi era kebangkitan pertahanan Eropa, atau hanya satu babak retorika tanpa aksi? Jawaban atas pertanyaan itu akan menentukan masa depan benua ini dalam dekade-dekade mendatang.
About Admin2
Blog ini dibuat oleh Ketua PMPS periode ketiga secara pribadi untuk silaturrahmi. Usai pergantian kepengurusan,blog dipertahankan sebagai media bagi mempererat dan menyimpan memori yang baik.
0 comments:
Post a Comment